Arsip Blog

Minggu, 19 Juni 2011

Mendunia dengan Tas Kain Tradisional

http://stat.k.kidsklik.com/data/photo/2011/06/19/1907447p.jpgKOMPAS.com - Jika Anda penggemar kain-kain tradisional Indonesia, kini Anda bisa mengenakan kain tak hanya sebagai selendang, syal, atau rok. Anda juga bisa mengenakan tas dari kain tradisional. Dipadukan dengan tali yang terbuat dari kulit ular, tas cantik berlabel Kunthi Batik ini bisa jadi alternatif koleksi aksesori tradisional Anda.

Berawal dari kecintaan kepada kain tradisional, khususnya batik, Lavie Hearly mencoba mendirikan usaha tas dari kain tradisional. "Saya cinta batik dan kain tradisional lainnya. Saya juga pecinta tas. Lalu saya pikir kenapa enggak mencoba membuat tas dari kain. Akhirnya saya coba buat tidak hanya dari batik, tapi dari semua jenis kain tradisional. Ada tenun, ulos, dan songket," ujar pemilik Kunthi Batik ini saat ditemui Kompas Female.

Lavie mendapatkan kain-kain tradisional ini dari perajin-perajin di Cirebon, Indramayu, dan Pekalongan. Ia memilih daerah-daerah tersebut karena tertarik dengan corak batiknya yang berwarna-warni. Perempuan kelahiran 1982 ini juga mengikuti dan workshop pembuatan tas dari Pekalongan. Saat meluncurkan produk tasnya tahun 2008, Lavie masih menjual tas yang diproduksi oleh workshop Pekalongan, dan penjualannya masih dilakukan melalui Facebook. Setelah bisnisnya makin berkembang, pada Januari 2011 Lavie memutuskan memproduksi sendiri tas yang dijualnya dengan mendirikan workshop di rumah.

Lavie juga mendesain sendiri tas-tas yang diproduksi di workshop miliknya. "Saya desain sendiri, dengan mengadopsi model-model tas dari luar negeri juga, supaya orang tertarik. Untuk motif itu asli menggunakan kain tradisional, dan untuk talinya menggunakan kulit ular phyton dan kobra yang saya suplai dari tempat penyamakan kulit ular di Karawang," jelas Lavie.

Selain tas, Lavie juga membuat dompet dan clucth. "Awalnya saya hanya memproduksi tas, tapi karena sisa kainnya banyak, saya coba manfaatkan untuk jadi clutch, dompet, dan agenda," tambah ibu dua anak ini.

Lavie mengaku peminat produk-produk miliknya tak hanya berasal dari Indonesia. "Saya punya pelanggan dari Abu Dhabi, Belanda, Singapura, dan Malaysia. Mereka biasanya pesan secara online, lalu saya kirimkan," ungkapnya.
Berdasarkan pengalaman menjual produk ke mancanegara, Lavie mengetahui selera bangsa lain terhadap kain tradisional. Kalau orang Indonesia menyukai kain-kain yang antik, orang luar negeri justru mencari kain-kain yang lebih simpel. Namun untuk warna, selera lebih bervariasi dan tak terbatas negara.

Dengan modal awal Rp 2 juta, kini Lavie sudah bisa menjual 40 hingga 50 tas per bulan dengan kisaran harga antara Rp 300 ribu hingga Rp 3 jutaan, tergantung jenis kain dan kulit ular yang digunakan.
Lavie memberi contoh selembar kain dari Solo yang disebut kain Adik Bayi. Kain ini dibuat pada tahun 1920, dan harganya mahal karena tergolong langka. Nama Adik Bayi itu pun memiliki kisah tersendiri. Ada yang mengatakan alasannya karena kainnya halus seperti kulit bayi. Ada pula yang bilang namanya kain Adik Bayi karena ada kepercayaan kalau ingin punya anak maka harus mengenakan kain ini.
"Nilai-nilai historis seperti ini biasanya saya sampaikan kepada pembeli dari luar negeri agar mereka tahu bahwa setiap kain itu memiliki cerita, memiliki makna. Akhirnya setelah mengerti, mereka mulai memesan juga tas-tas dengan corak yang berwarna-warni dan bersejarah seperti kain Adik Bayi," ungkap Lavie.

Lavie juga tak sembarangan memilih nama untuk merek tasnya. Nama Kunthi Batik dipilihkan oleh ayah mertuanya, Agus Sudarto, seorang pelukis. Mertua Lavie menyatakan bahwa Kunthi memiliki filosofi perempuan yang bijaksana, mapan, dan mengayomi keluarga. "Mungkin itu harapan bapak mertua saya kepada saya ketika memutuskan untuk menjadi wirausaha. Semoga saya juga tetap menjadi wanita yang bijaksana dan tetap mengurusi keluarga," ujarnya.

Sebelum mendirikan Kunthi Batik, Lavie dan sahabatnya, Patricia Wanda, sempat mendirikan usaha produk perlengkapan bayi. Namun, persaingan usaha yang mulai tidak sehat karena masuknya produk-produk China membuat Lavie dan Wanda memutuskan menutup usaha mereka. Dua perempuan yang sudah saling mengenal sejak kuliah di Universitas Parahyangan Bandung ini kemudian mendirikan Kunthi Batik di tahun 2008. Ketika itu Lavie masih berstatus sebagai Counter Sales di Toyota Astra (Auto 2000). Lavie yang baru mempunyai anak memutuskan untuk berhenti dari pekerjaannya dan mendirikan usaha agar bisa bekerja di rumah.

Produk tas, clutch, dompet, dan agenda dari kain tradisional yang awalnya hanya dijual online, kini bisa dibeli secara langsung. Sejak 17 Juni 2011 produk-produk Kunthi Batik bisa diperoleh di Koloni (pusat belanja produk lokal) Mall of Indonesia lantai 2, Kelapa Gading, Jakarta Utara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

thanks for comment

Pencarian

free counters

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...