JAKARTA - Industri manufaktur mengalami pertumbuhan signifikan. Mengikuti pertumbuhan tersebut kebutuhan terhadap mesin dan komponen terus mengalami peningkatan. Karena itu, Indonesia menjadi pasar potensial bagi investasi di sektor permesinan.
Ketua Umum Gabungan Industri Pengerjaan Logam dan Mesin Indonesia (GAMMA) Dasep Ahmadi mengatakan industri permesinan terus tumbuh positif. Dicontohkan, pertumbuhan tersebut terlihat dari pertumbuhan di industri otomotif. ’’Selain itu sektor pertambangan dan sawit pasti butuh mesin untuk mendukung pertumbuhan industri mereka,’’ katanya saat jumpa pers tentang pameran The 5th International Metalworking Technology and Machine Tools Exhibition and Conference di Jakarta, (10/5).
Potensi besar Indonesia itu mengundang minat investor mancanegara. Dasep menyebutkan, Tiongkok tengah agresif menangkap peluang memasarkan mesin di negara dengan kebutuhan mesin cukup tinggi seerti Indonesia. Begitu juga dengan negara-negara maju seperti Amerika dan Eropa pun mulai mempertimbangkan untuk mengembangkan industri permesinan di Indonesia. ’’Dengan memproduksi mesin di Indonesia, berarti makin mendekati pembeli,’’ ucap dia.
Layanan ke pelanggan juga lebih optimal. Mesin sebagai alat berat termasuk investasi jangka panjang, sehingga memerlukan jasa purna jual. Selain itu, jangka waktu pengadaan bisa menjadi lebih cepat. Dia mencontohkan, pemesanan komponen maupun mesin dari Jepang relatif lebih cepat dibandingkan mendatangkan dari Amerika dan Eropa. ’’Ditambah, daya saing untuk barang yang diproduksi di dalam negeri akan makin baik,’’ tukas dia.
Diakui industri permesinan dalam negeri masih belum maksimal untuk menyuplai market lokal. Disebutkan, total nilai produksi mesin domestik sekitar Rp 600-700 miliar. Sementara kebutuhan permesinan dan komponen berdasar nilai cukup besar, yakni Rp 6 triliun per tahun. Nah, sisanya dipenuhi dari produk impor. ’’Bahkan sekitar 17-20 persen didatangkan dari Tiongkok, ‘’ tukasnya.
Data Kementerian Perindustrian menunjukkan, impor mesin barang modal mencapai USD 19.5 miliar. Sedangkan ekspor sebesar USD 5 miliar. ’’Kami usulkan, pemerintah untuk menanamkan modal di industri strategis seperti permesinan dan peralatan perkakas. Diharapkan, suntikan modal tersebut berdampak pada pertumbuhan industri permesinan nasional,” ujar Dasep
Sementara itu, CEO PT Sandmaster Asia Erwin Spichtig mengatakan, minimnya pesaing di industri permesinan membuat Indonesia jadi tujuan investasi permesinan. Serta, kondisi geografis mendukung Indonesia jadi hub atau pintu masuk ke negara ASEAN. Menurut dia, hal itu bisa mendukung pabrikan melakukan ekspor maupun membidik market dalam negeri.
Alasan itulah yang melatarbelakangi Sandmaster, perusahaan asal Swiss, membangun pabrik di Indonesia. Rencananya, pabrik tersebut mulai beroperasi pada bulan ini dengan produk utama berupa mesin sand blasting. Untuk tahap awal produksi mesin fokus dikirimkan ke Eropa. Kemudian secara bertahap, pabrik dengan nilai investasi senilai 1 juta Swiss Franc tersebut baru memenuhi pasar lokal.
Dirjen Industri Unggulan Berbasis Teknologi Tinggi (IUBTT) Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Budi Darmadi menambahkan, industri permesinan dalam negeri masih memproduksi mesin statis. Saat ini, industri permesinan didukung tiga sektor utama antara lain telematika, transportasi dan industri berbasis agro.’’Sektor telematika termasuk industri dengan capex atau belanja modal tertinggi untuk penyediaan barang modal. Tiga operator bisa mengalokasikan Rp 180 triliun setahun, seperti komponen untuk pembangunan menara dan wireless,’’ sebutnya. (res/kim)
Ketua Umum Gabungan Industri Pengerjaan Logam dan Mesin Indonesia (GAMMA) Dasep Ahmadi mengatakan industri permesinan terus tumbuh positif. Dicontohkan, pertumbuhan tersebut terlihat dari pertumbuhan di industri otomotif. ’’Selain itu sektor pertambangan dan sawit pasti butuh mesin untuk mendukung pertumbuhan industri mereka,’’ katanya saat jumpa pers tentang pameran The 5th International Metalworking Technology and Machine Tools Exhibition and Conference di Jakarta, (10/5).
Potensi besar Indonesia itu mengundang minat investor mancanegara. Dasep menyebutkan, Tiongkok tengah agresif menangkap peluang memasarkan mesin di negara dengan kebutuhan mesin cukup tinggi seerti Indonesia. Begitu juga dengan negara-negara maju seperti Amerika dan Eropa pun mulai mempertimbangkan untuk mengembangkan industri permesinan di Indonesia. ’’Dengan memproduksi mesin di Indonesia, berarti makin mendekati pembeli,’’ ucap dia.
Layanan ke pelanggan juga lebih optimal. Mesin sebagai alat berat termasuk investasi jangka panjang, sehingga memerlukan jasa purna jual. Selain itu, jangka waktu pengadaan bisa menjadi lebih cepat. Dia mencontohkan, pemesanan komponen maupun mesin dari Jepang relatif lebih cepat dibandingkan mendatangkan dari Amerika dan Eropa. ’’Ditambah, daya saing untuk barang yang diproduksi di dalam negeri akan makin baik,’’ tukas dia.
Diakui industri permesinan dalam negeri masih belum maksimal untuk menyuplai market lokal. Disebutkan, total nilai produksi mesin domestik sekitar Rp 600-700 miliar. Sementara kebutuhan permesinan dan komponen berdasar nilai cukup besar, yakni Rp 6 triliun per tahun. Nah, sisanya dipenuhi dari produk impor. ’’Bahkan sekitar 17-20 persen didatangkan dari Tiongkok, ‘’ tukasnya.
Data Kementerian Perindustrian menunjukkan, impor mesin barang modal mencapai USD 19.5 miliar. Sedangkan ekspor sebesar USD 5 miliar. ’’Kami usulkan, pemerintah untuk menanamkan modal di industri strategis seperti permesinan dan peralatan perkakas. Diharapkan, suntikan modal tersebut berdampak pada pertumbuhan industri permesinan nasional,” ujar Dasep
Sementara itu, CEO PT Sandmaster Asia Erwin Spichtig mengatakan, minimnya pesaing di industri permesinan membuat Indonesia jadi tujuan investasi permesinan. Serta, kondisi geografis mendukung Indonesia jadi hub atau pintu masuk ke negara ASEAN. Menurut dia, hal itu bisa mendukung pabrikan melakukan ekspor maupun membidik market dalam negeri.
Alasan itulah yang melatarbelakangi Sandmaster, perusahaan asal Swiss, membangun pabrik di Indonesia. Rencananya, pabrik tersebut mulai beroperasi pada bulan ini dengan produk utama berupa mesin sand blasting. Untuk tahap awal produksi mesin fokus dikirimkan ke Eropa. Kemudian secara bertahap, pabrik dengan nilai investasi senilai 1 juta Swiss Franc tersebut baru memenuhi pasar lokal.
Dirjen Industri Unggulan Berbasis Teknologi Tinggi (IUBTT) Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Budi Darmadi menambahkan, industri permesinan dalam negeri masih memproduksi mesin statis. Saat ini, industri permesinan didukung tiga sektor utama antara lain telematika, transportasi dan industri berbasis agro.’’Sektor telematika termasuk industri dengan capex atau belanja modal tertinggi untuk penyediaan barang modal. Tiga operator bisa mengalokasikan Rp 180 triliun setahun, seperti komponen untuk pembangunan menara dan wireless,’’ sebutnya. (res/kim)
source : http://www.jpnn.com/index.php?mib=berita.detail&id=91637
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
thanks for comment