TRIBUNNEWS.COM - Warga asal Indonesia di Belanda dari hasil penelitian menyatakan kurang proaktif. Hal ini sangat berbeda dengan warga Turki dan Maroko yang lebih banyak berpartisipasi politik di negara bekas penjajah Indonesia itu.
Sujadi, seorang calon penyandang gelar doktor di Universitas Leiden Belanda meneliti alasannya. Sebagai contoh tingginya partisipasi politik warga Maroko dan Turki, adalah walikota Rotterdam yang berasal dari Maroko. "Selain itu banyak orang Maroko dan orang Turki yang juga terlibat di umpamanya partai buruh PvdA," katanya.
Tertinggalnya partisipasi politik warga asal Indonesia di Belanda dinilai aneh oleh Sujadi. Karena, menurut dia, pada prinsipnya pemerintah Belanda memberi kesempatan yang sama dan setara bagi semua warga di negerinya untuk maju.
Dalam studinya Sujadi mau meneliti potensi-potensi apa yang bisa digali untuk mendorong masyarakat muslim asal Indonesia dan Suriname bersikap proaktif. "Sehingga mereka bisa berkomunikasi lebih baik dengan pemerintah, dengan masyarakat setempat dan lain-lain sebagainya".
Kendala bahasa?
Penyebab sedikitnya partispasi mereka di dunia poltik Belanda, menurut Sujadi, bermacam-macam. Untuk generasi tua orang asal Indonesia, karena mereka kurang menguasai bahasa Belanda. Tapi bagi orang Jawa Suriname, bahasa bukanlah kendala. Karena mereka menguasai bahasa Belanda.
Sujadi menduga penyebabnya adalah karena orang Jawa Suriname dan orang Indonesia itu tidak berambisi tinggi. Orang Jawa Suriname dan orang Indonesia yang datang ke Belanda hanya untuk mencari kehidupan lebih baik ketimbang di negeri asal. "Mereka hanya mencari individual welfare (kesejahteraan pribadi,red) saja, sehingga tidak punya misi yang lebih jauh dari itu."
Dosen Universitas Islam Negeri (UIN) ini berharap, generasi kedua dan ketiga warga asal Indonesia dan Suriname lebih ambisius.
Jawa Suriname
Kendati demikian, berbeda dengan di Belanda, warga Jawa di Suriname lebih maju. Buktinya di sana ada yang menjadi menteri dan ketua parlemen. Jadi, pertanyaannya masih tetap berbunyi: "Kenapa di Belanda partisipasi politk mereka kurang?"
Sujadi menduga karena orang Jawa itu pendiam. "Memang budaya orang Jawa Suriname tidak jauh berbeda dengan orang Jawa di Indonesia, yang tidak menyukai untuk berbicara banyak. Karakter ini bertentangan dengan sifat politisi yang cenderung menonjol," tukasnya.
Ilmuwan ini menambahkan, supaya bisa aktif berpolitik seperti warga Maroko dan Turki, warga Jawa Suriname mungkin harus mengubah karakter, mentalitas dan budaya mereka. Mereka harus belajar menjadi agresif dan proaktif. "Kalau kita mau bergelut dalam dunia politik, kita harus agresif, mencoba selalu aktif, progresif dan tidak menunggu."
Cakupan penelitian
Orang-orang yang diteliti Sujadi untuk disertasinya cukup luas. Artinya tidak terbatas pada orang-orang yang masih berkewarganegaraan Indonesia saja. Mereka itu terdiri dari orang-orang yang berkaitan dengan Indonesia atau Hindia Belanda. "Jadi, tidak hanya nationality (kewarganegaraan, red), tapi yang gennya Indonesia."
Namun objek penelitiannya ada batasannya juga. Ia terutama menyelidiki masyarakat yang aktif di organisasi Persatuan Pemuda Muslim se-Eropa atau PPME. (RNW)
Sujadi, seorang calon penyandang gelar doktor di Universitas Leiden Belanda meneliti alasannya. Sebagai contoh tingginya partisipasi politik warga Maroko dan Turki, adalah walikota Rotterdam yang berasal dari Maroko. "Selain itu banyak orang Maroko dan orang Turki yang juga terlibat di umpamanya partai buruh PvdA," katanya.
Tertinggalnya partisipasi politik warga asal Indonesia di Belanda dinilai aneh oleh Sujadi. Karena, menurut dia, pada prinsipnya pemerintah Belanda memberi kesempatan yang sama dan setara bagi semua warga di negerinya untuk maju.
Dalam studinya Sujadi mau meneliti potensi-potensi apa yang bisa digali untuk mendorong masyarakat muslim asal Indonesia dan Suriname bersikap proaktif. "Sehingga mereka bisa berkomunikasi lebih baik dengan pemerintah, dengan masyarakat setempat dan lain-lain sebagainya".
Kendala bahasa?
Penyebab sedikitnya partispasi mereka di dunia poltik Belanda, menurut Sujadi, bermacam-macam. Untuk generasi tua orang asal Indonesia, karena mereka kurang menguasai bahasa Belanda. Tapi bagi orang Jawa Suriname, bahasa bukanlah kendala. Karena mereka menguasai bahasa Belanda.
Sujadi menduga penyebabnya adalah karena orang Jawa Suriname dan orang Indonesia itu tidak berambisi tinggi. Orang Jawa Suriname dan orang Indonesia yang datang ke Belanda hanya untuk mencari kehidupan lebih baik ketimbang di negeri asal. "Mereka hanya mencari individual welfare (kesejahteraan pribadi,red) saja, sehingga tidak punya misi yang lebih jauh dari itu."
Dosen Universitas Islam Negeri (UIN) ini berharap, generasi kedua dan ketiga warga asal Indonesia dan Suriname lebih ambisius.
Jawa Suriname
Kendati demikian, berbeda dengan di Belanda, warga Jawa di Suriname lebih maju. Buktinya di sana ada yang menjadi menteri dan ketua parlemen. Jadi, pertanyaannya masih tetap berbunyi: "Kenapa di Belanda partisipasi politk mereka kurang?"
Sujadi menduga karena orang Jawa itu pendiam. "Memang budaya orang Jawa Suriname tidak jauh berbeda dengan orang Jawa di Indonesia, yang tidak menyukai untuk berbicara banyak. Karakter ini bertentangan dengan sifat politisi yang cenderung menonjol," tukasnya.
Ilmuwan ini menambahkan, supaya bisa aktif berpolitik seperti warga Maroko dan Turki, warga Jawa Suriname mungkin harus mengubah karakter, mentalitas dan budaya mereka. Mereka harus belajar menjadi agresif dan proaktif. "Kalau kita mau bergelut dalam dunia politik, kita harus agresif, mencoba selalu aktif, progresif dan tidak menunggu."
Cakupan penelitian
Orang-orang yang diteliti Sujadi untuk disertasinya cukup luas. Artinya tidak terbatas pada orang-orang yang masih berkewarganegaraan Indonesia saja. Mereka itu terdiri dari orang-orang yang berkaitan dengan Indonesia atau Hindia Belanda. "Jadi, tidak hanya nationality (kewarganegaraan, red), tapi yang gennya Indonesia."
Namun objek penelitiannya ada batasannya juga. Ia terutama menyelidiki masyarakat yang aktif di organisasi Persatuan Pemuda Muslim se-Eropa atau PPME. (RNW)
Editor: Sonny Budhi Ramdhani
Akses Tribunnews.com lewat perangkat mobile anda melalui alamat m.tribunnews.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
thanks for comment